Senin, 04 Januari 2010

Apa itu Salafiy dan siapa tokoh mereka?

Apa itu Salafiy dan siapa tokoh mereka?
Kamis, 08-Juni-2006, Penulis: Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi

Jawab: Salafiy adalah nisbah kepada salaf.
Salaf sendiri artinya adalah para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para pengikut mereka (tabi'in) dengan baik dari penghuni tiga kurun yang dimuliakan dan yang setelah mereka, inilah yang disebut dengan salafiy. Bernisbah kepadanya artinya bernisbah kepada apa yang dipegangi oleh para sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan kepada jalan ahlul hadits.
Dan ahlil hadits adalah para pengikut manhaj salafiy yang berjalan di atasnya.

Maka salafiy adalah sebuah aqidah dalam masalah nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Juga sebuah aqidah dalam masalah qadr, aqidah dalam masalah sahabat, dan seterusnya. Maka para salaf beriman kepada Allah dan dengan nama-narna-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi yang Allah sendiri sifatkan diri-Nya dengannya dan yang disifatkan oleh Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
Mereka (para salaf) beriman kepadaNya menurut bentuk yang sesuai dengan kemuliaan Allah tanpa melakukan tahrif (merubah kata hingga merubah makna), tamsil (memisalkan Allah dengan makhluk), tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk), ta'thil (meniadakan sifat bagi Allah atau menyatakan Allah tidak memiliki sifat apapun) dan ta'wil (mengartikan dengan salah, seperti misal; tangan Allah diartikan kekuasaan Allah. Ini salah. TanganAllah diartikan juga dengan tangan Allah. Tapi tidak boleh menyerupakannya dengan tangan makhluk-red).

Mereka para salaf juga beriman kepada qadr baiknya dan buruknya. Dan tidak sempurna iman seseorang hingga dia beriman dengan qadr yang Allah taqdirkan atas para hamba-Nya. Allah berfirman: "Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadrnya" (Al Qamar: 49)

Adapun dalam masalah sahabat, maknanya adalah beriman bahwa para sahabat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam wajib kita ridho kepada mereka dan meyakini bahwa mereka adalah orang yang adil. Mereka adalah sebaik-baik ummat dan sebaik-baik kurun. Dan meyakini bahwa mereka semua baik. ini berbeda dengan keyakinan syi'ah dan khawarij yang mengkafirkan para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak menghormati mereka.

Adapun dalam salafiy tidak ada tokoh selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah pemimpin kelompok ini dan panutan mereka. Dan juga para sahabat adalah panutan mereka. Dasar hal ini adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Telah terpecah orang-orang yahudi menjadi tujuhpuluh satu golongan dan terpecah orang nashara menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan akan terpecah ummatku menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya dalam neraka, kecuali satu golongan. Para sahabat bertanya: Siapakah mereka, wahai Rasulullah? Beliau berkata: Mereka adalah orang yang berdiri diatas apa yang aku dan para sahabatku berdiri diatasnya." (HR Abu Daud and dishahihkan syaikh Al Albani dalam shohih Sunan Abu Daud 3/115)
Dan juga beliau besabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu yang menerangkan tentang khuthbah beliau yang padanya beliau berwasiat untuk bertaqwa kepada Allah, maka beliau berkata: "Aku wasiatkan kaitan untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat, walau yang memimpin kalian adalah budak dar-i Habsyi." Kemudian beliau menyuruh untuk berittiba' kepada sunnahnya dan sunnah para khatifahnya yang rasyid dan mendapat hidayah. Beliau katakan: "Gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap kebid'han adalah sesat." (HR Turmudzi dan dishohihkan syaikh Al Albani datam shohih sunan Turmudzi no.2830).

Sumber : Buletin Islamiy Al-Minhaj, Edisi II Th.I

Mengapa Kita Harus Memakai Nama Salafy?

Mengapa Kita Harus Memakai Nama Salafy?
Jum'at, 30-Desember-2005, Penulis: Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani Rahimahullah

Mengapa kita memakai nama Salafy ? apakah penamaan itu bukan termasuk ajakan kepada hizbiyah atau thaifiyah (seruan untuk berfanatik kepada kelompok tertentu) ataukah merupakan kelompok baru dalam Islam? Sesungguhnya istilah Salaf sudah dikenal dalam bahasa Arab maupun dalam syariat Islam. Namun yang kita utamakan disini adalah pembahasan nama tersebut dari segi syariat.

Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa ketika Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam ditimpa penyakit yang menyebabkan kematiannya, beliau berkata kepada Fathimah Radhiallahu anha: "Bertakwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu."

Dan para ulama pun sangat sering menggunakan istilah salaf sehingga terlalu banyak untuk dihitung. Dan cukuplah salah satu contoh yang biasa mereka gunakan sebagai hujjah untuk memerangi bid'ah: 'Segala kebaikan adalah dengan mengikuti jejak Salaf. Dan segala kejelekan ada pada bid'ahnya kaum khalaf '. Tetapi ada sebagian orang yang mengaku ulama (ahlul ilmi) menolak penisbatan (penyandaran) diri kepada Salafi ini. Mereka menganggap penisbatan ini tidak ada asalnya sama sekali! Menurut mereka, seorang muslim tidak boleh mengucapkan : "Saya pengikut para Salafus Shalih dalam segala apa yang ada pada mereka baik dalam beraqidah, ibadah maupun berakhlak."

Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini, kalau memang demikian yang mereka maksudkan, menunjukkan adanya tindakan untuk melepaskan diri dari pemahaman Islam yang shahih (benar) sebagaimana yang dipahami dan dijalani oleh salafus shalih dan pemimpin mereka Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam.

Seperti tersebut dalam hadits mutawatir yang terdapat dalam shahihain (Bukhari-Muslim) dan lain-lain bahwa Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para Shahabatku), kemudian yang sesudahnya (Tabi'in), kemudian yang sesudahnya (Tabi'ut Tabi'in)".


Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh melepaskan diri dari penisbatan kepada Salafus Shalih. Sebab tidak mungkin para ulama akan menisbatkan istilah salaf kepada kekafiran maupun kefasikan. Sementara orang-orang yang menolak penamaan itu sendiri, apakah mereka tidak menisbatkan dirinya kepada salah satu madzhab yang ada? Baik madzhab yang berhubungan dengan aqidah maupun fiqih? Mereka ini kadang-kadang ada yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau Maturudiyah.

Ada pula yang menisbatkan dirinya kepada para ahlul hadits seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, atau Hambaliyah yang (kelima madzhab yang terakhir ini) masih termasuk dalam lingkup Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Padahal orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau madzhab imam yang empat (al-Aimmah al-Arba'ah) tidak diragukan lagi bahwa mereka itu menisbatkan diri kepada person atau orang-orang yang tidak ma'shum (terpelihara dari kesalahan), meskipun diantara mereka terdapat ulama yang benar.

Alangkah lebih baik kalau sekiranya mereka mengingkari penisbatan kepada orang-orang yang tidak ma'shum tersebut. Adapun orang yang menisbatkan diri kepada salafus shalih, sesungguhnya dia telah menisbatkan dirinya kepada yang ma'shum (yakni Ijma' para shahabat secara umum). Nabi salallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutkan ciri-ciri Al-Firqah An-Najiyah (golongan yang selamat), yaitu mereka yang senantiasa berpegang kepada sunnah Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para Shahabatnya Ridhwanullah 'alaihim 'ajma'in.

Barangsiapa berpegang teguh kepada sunnah mereka, maka dia pasti akan mendapat petunjuk dari Rabbnya.
Penisbatan kepada salaf ini akan memuliakan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka dan akan menuntunnya dalam menempuh jalan Al-Firqah An-Najiyah. Sedangkan orang yang menisbatkan dirinya kepada selain mereka, tidaklah demikian keadaannya. Karena dalam hal ini dia hanya mempunyai dua alternatif.
Pertama, boleh jadi dia menisbatkan diri kepada seseorang yang tidak ma'shum.
Kedua, dia menisbatkan dirinya kepada orang-orang yang mengikuti madzab tersebut yang tentu saja tidak ada kema'shuman sama sekali.

Sebaliknya para shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam secara keseluruhan merupakan orang-orang yang terpelihara dari kesalahan. Dan kita telah diperintahkan untuk berpegang teguh kepada sunnahnya salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para shahabatnya. Hendaklah kita senantiasa konsisten terhadap pemahaman Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj (metode pemahaman) para shahabat. Agar kita tetap berada di dalam "al-'ishmah" (terlindung dari kesesatan) dan tidak menyimpang dari manhaj mereka, dengan memakai pemahaman sendiri yang sama sekali tidak didukung oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Kemudian, mengapa tidak cukup bagi kita dengan hanya menisbatkan diri kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah saja, tanpa pemahaman Salafus Shalih? Maka dalam hal ini ada dua sebab :
Pertama, sebab yang berhubungan dengan nash-nash syar'iah.
Kedua, sebab yang berhubungan dengan kenyataan yang ada pada kelompok-kelompok Islam.
Penjelasan.
1. Yang berhubungan dengan sebab pertama:
Kita temukan dalam nash-nash syar'iah, perintah untuk mentaati segala sesuatu yang disandarkan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri (ulama dan umara) di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (As-Sunnah), bila kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa:59)

Seandainya ada seorang Waliyul Amri (pemimpin kaum muslimin) yang telah dibaiat oleh kaum muslimin maka kita wajib taat kepadanya, sebagaimana kita wajib taat kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Meskipun dia dan para pengikutnya kadang-kadang berbuat salah. Kita wajib taat kepadanya untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan karena perselisihan tersebut, tetapi ketaatan itu harus dengan syarat yang sudah dikenal, yaitu:
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah." (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, hadits no.197)

Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman : "Barang siapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain jalannya Sabilil Mukminin (para shahabat), maka kami biarkan dia tenggelam dalam kesesatan (berpalingnya dia dari kebenaran) dan kami masukkan ke neraka Jahannam. Dan itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa':115)

Sungguh, Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha Tinggi sehingga tidak mungkin Dia berkata tanpa faedah dan hikmah. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa penyebutan Sabilul Mukminin (jalannya orang-orang mukmin) dalam ayat ini mempunyai hikmah dan faedah yang sangat tinggi.

Penyebutan ini menunjukkan bahwa di sana ada suatu kewajiban yang sangat penting, yaitu : ittiba' kita terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah harus sesuai dengan manhaj yang dipahami dan dijalankan oleh generasi awal kaum muslimin, para shahabat ridhwanullah alaihim kemudian generasi berikutnya (para tabi'in), kemudian generasi berikutnya (tabi'ut tabi'in). Dan seruan inilah yang senantiasa dikumandangkan oleh Da'wah Salafiyah sekaligus menjadi rujukan utama mereka, baik dalam asas dakwah maupun dalam manhaj tarbiyah.

Sesungguhnya dakwah Salafiyah pada hakekatnya hendak menyatukan umat Islam, sedangkan dakwah-dakwah yang lain justru sebaliknya memecah-belah umat. Allah Ta'ala berfirman : "Dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar." (At-Taubah:119)

Maka barang siapa yang ingin memisahkan Al-Kitab dan As-Sunnah di satu sisi dan para Salafus Shalih di sisi lain, dengan memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak sesuai dengan pemahaman mereka, maka selamanya dia tidak akan menjadi orang yang shadiq (benar).

2. Yang berhubungan dengan sebab kedua.
Kelompok-kelompok dan partai yang ada pada zaman ini tidak mau beralih secara total kepada Sabilul Mukminin yang tersebut pada ayat di atas, yang hal ini diperkuat oleh beberapa hadits. Antara lain hadits "Iftiraqul Ummah" (perpecahan umat) menjadi 73 firqah (golongan), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yang ciri-ciri mereka telah disebutkan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam : "Golongan itu ialah yang mengikuti sunnahku dan sunnah para shahabatku hari ini." (lihat : Silsilah Al-Hadits Ash-Shohihah, Syaikh Al-Albani no 203 & 1192)

Hadits ini serupa dengan ayat di atas (QS. An-Nisa: 115), dimana keduanya menyebutkan Sabilul Mukminin. Kemudian dalam hadits lain dari Irbadh bin Sariyah, Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku" (lihat: Irwa'ul Ghalil,Al-Albani no 2455)

Berdasarkan keterangan di atas, maka di sana ada sunnah yang harus kita pegang teguh yaitu sunnah Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, kita wajib kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Sabilul Mukminin (jalannya para shahabat). Tidak boleh kita mengatakan: "Kami memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman sendiri, tanpa memandang sedikitpun pada pemahaman Salafus Sholih."

Pada zaman sekarang ini, kita harus melakukan bara' (pemisahan diri) yang betul-betul bisa membedakan diri kita dengan golongan sesat lainnya. Tidak cukup bagi kita hanya dengan mengucapkan: "saya muslim" atau "madzhabku Islam", sebab golongan-golongan yang sesatpun menyatakan demikian. Seperti kaum Syiah Rafidhah, Ibadhiyyah, Qadiyaniyyiah (Ahmadiyah) maupun golongan-golongan sesat lainnya. Sehingga apa bedanya kita dengan golongan sesat tersebut?

Bila kita mengatakan : "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah." Ucapan ini masih belum cukup karena kelompok-kelompok (sesat) seperti Asy'ariyah, Maturudiyah, dan kaum Hizbiyah, mereka juga mengaku mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang serta dapat membedakan antara golongan yang selamat dengan golongan yang sesat ialah dengan mengatakan: "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafus Shalih" atau lebih singkatnya: "Saya Salafi!"

Oleh sebab itu, sesungguhnya kebenaran yang tidak bisa disangsikan lagi ialah : tidak cukup kita hanya bersandar dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa tuntunan dari manhaj Salafus Shalih, baik dalam pemahaman dan pola pikir, dalam ilmu dan amal, maupun dalam dakwah dan jihad.

Kita semua mengetahui bahwa mereka semua (para Salafus Shalih ridhwanullah alaihim ajma'in) tidak fantaik terhadap satu madzhab atau kepada individu tertentu. Sehingga kita tidak pernah menemukan di antara mereka ada yang bersikap fanatik tergadap Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, ataupun Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhum.

Bahkan sebaliknya seorang diantara mereka jika memungkinkan untuk bertanya kepada Abu Bakar atau Umar atau Abu Hurairah, maka mereka akan bertanya kepadanya (tanpa memilih-milih). Semua itu mereka lakukan karena mereka meyakini bahwa tidak boleh seseorang memurnikan ittiba'nya kecuali kepada seorang yaitu Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam. Sebab beliau salallahu 'alaihi wa sallam tidaklah berkata menurut hawa nafsunya, melainkan hanyalah berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.

Kalaupun kita bisa menerima bantahan orang-orang yang mengkritik pemahaman salafi, sehingga kita cukup hanya menamakan diri dengan istilah muslim saja, tanpa menisbatkan diri kepada Salafus Shalih meskipun penisbatan tersebut merupakan penisbatan yang mulia dan shahih. Lantas apakah dengan demikian orang-orang yang mengkiritik itu bersedia melepaskan diri dari penamaan terhadap kelompok-kelompok, madzhab-madzhab, thariqat-thariqat mereka meskipun penisbatan itu semua tidak syar'i dan tidak shahih?

"Cukuplah bagimu perbedaan diantara kita ini. Dan setiap bejana akan memancarkan air yang ada di dalamnya." Allahlah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dan Dialah tempat meminta pertolongan.
(Edisi Perdana Salafy/Syaban/1416/1995, Rubrik Mabhats, hal 8-10)

Wajibnya Intisab kepada as-Salafiyyah

Wajibnya Intisab kepada as-Salafiyyah
Senin, 02-Januari-2006, Penulis: Abu 'Abdu as-Salam Hasan bin Qasim al-Husainiy as-Salafiy

Pendahuluan oleh Fadhillatu asy-Syaikh al-'Allamah al-Muhaddits Muqbil bin Hadiy al-Wadi'iy rahimahulllahu ta'ala

Pengertian As Salaf secara etimologi.

Yang dimaksud dengan lafadz “As Salaf” secara etimologi ialah :

Berkata Ibnu Mandzuur : “As Salaf, As Saliif, As Salafiyah ialah Al Jamaa`ah Al Mutaqaddimun (yang terdahulu).” Lisaanul `Arab (6/330).


Berkata Abus Sa`aadaat ibnul Atsiir : “Dikatakan Salaf yaitu seseorang yang mendahului seorang yang lain menemui maut baik dari orang tua dan nenek moyang dan yang memiliki hubungan kerabat dengan oleh karena itu dikatakan orang orang yang terdahulu dikalangan tabi`iin As Salafus Sholih.” An Nihaayah fi Ghariibul Hadits (2/390).

Dan berkata `Abdul Kariim As Sam`aaniy : “As Salafiy adalah orang yang mengintisabkan diri kepada As Salaf dan menjadikannya sebagai madzhabnya.” Al Intisaab (7/104).

Berkata Abul Hasan Ibnul Atsiir Al Jazriy setelah dia menukil perkataan As Sam`aaniy yang lalu : “Dikenal juga maknanya ialah Al Jamaa`ah.” Al Lubaab fi Tahdziibul Intisaab (2/126).

Pengertian As Salaf secara Al Ishtilaahiy :
Berkata Al Imam As Safaarayeniy : “Yang dimaksud dengan madzhab As Salaf adalah apa apa yang dijalani oleh para shahabat Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam yang mulia dan diredhoi oleh Allah Ta`ala dan At Taabi`iin (yang mengikuti mereka dengan baik), Atbaa`ut Taabi`iin serta `ulama Din ini dikalangan orang orang yang memang dikenal kepiawaiannya dalam agama dan diketahui juga mulianya kedudukan dia dalam Din ini, kemudian manusia lainnya mempelajari perkataan mereka dari generasi kegenerasi, tidak dituduh dia sebagai pelaku bid`ah, atau tidak dikenal dengan titel yang tidak diredhoi seperti Al Khawaarij, Ar Rawaafidh, Al Qadariyah, Al Murjiah, Al Jabariyah, Al Jahmiyah, Al Mu`tazilah, Al Karraamiyah dan selainnya.” Lawaami`ul Anwaar (1/20).

Al Lajnah Ad Daaimah pernah ditanya : Apa yang dimaksud dengan As Salafiyah dan bagaimana pandangan antum tentangnya ???

As Salafiyah adalah nisbah kepada salaf, sedangkan As Salaf itu sendiri ialah para shahabat Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para imam pembawa hidayah dari kalangan orang orang yang berada di tiga qurun yang pertama semoga Allah meredhoi mereka- mereka ini direkomendasi oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam sebagai generasi yang terbaik seperti perkataan beliau :

((خير الناس قرنى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم يجىء أقوام تسبق شهادة أحدهم يمينه ويمينه شهادته)).

Artinya : “Sebaik baik manusia ialah orang yang sezaman dengan saya (para shahabat) kemudian generasi yang mengikuti mereka (para Taabi`iin) kemudian generasi yang mengikuti mereka dengan baik (Atbaa`ut Taabi`iin), kemudian datang satu kaum dimana persaksian mereka mendahului sumpahnya dan sumpah mereka mendahului persaksiannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dalam Musnadnya, Al Bukhariy dan Muslim, As Salaafiyuun bentuk flural dari salafiy nisbah kepada As Salaf, dan telah lewat keterangan tentang pengertiannya; yaitu setiap orang yang berjalan di atas Manhaajus Salaf (metode salaf) dengan mengikuti Al Kitab dan As Sunnah serta berda`wah (mengajak) orang kepada keduanya dan mengamalkannya dan mereka inilah yang dikatakan sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaa`ah.” Al Lajnah Ad Daaimah Lilbuhuuts Al `Ilmiyah no. (1361) (2/1650-166).

Dan berkata Samaahatus Syaikh `Abdul `Aziiz Ibnu Baaz rahimahullah Ta`ala- : “Sesungguhnya As Salaf ialah mereka yang hidup di qurun yang memiliki keutamaan (al qurun al mufaddholah), dan siapapun yang mengikuti jejak dan berjalan di atas manhaj mereka maka dia dinamakan sebagai “salafiy” dan barang siapa yang menyelisihi mereka dinamakan “al khalaf”. “ (Nukilan dari komentar As Syaikh Hamdu bin `Abdul Muhsin At Tuwaijiriy terhadap Al `Aqidah Al Hamawiyah, hal. 203).

Berkata Syaikh kami Muhammad Amaan bin `Ali Al Jaamiy rahimahullahu Ta`ala : “Ketika kita meng-ithlakkan kata As Salaf, sebenarnya yang kita maksud dari sisi ishtilah ialah para shahabat Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam yang hidup sezaman dengannya, menimba `ilmu Din ini dari beliau secara langsung tanpa perantara…… demikian juga termasuk ke dalam ishtilah ini adalah para Taabi`iin yang telah mewarisi `ilmu para shahabat itu sebelum mereka wafat, mereka ini telah direkomendasi oleh Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam dan dipuji sebagai generasi yang terbaik, dimana Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

((خير الناس قرنى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم)).

Artinya : “Sebaik baik generasi adalah manusia yang sezaman dengan saya, kemudian yang mengikutinya, kemudian yang mengikutinya.” Dan meliputi juga dalam ishtilah ini Atbaa`uttabi`iin.” (As Shifaatul Ilahiyyah fil Kitab was Sunnah, hal. 57).

Berkata Syaikh kami Sholih bin `Abdullah Al `Abuud : “Sesungguhnya yang dimaksud dengan kata As Salafiyah adalah setiap orang yang mengikuti jalan generasi As Salafus Sholih dari ummat ini, mereka juga dikenal sebagai Ahlis Sunnah wal Jamaa`ah, artinya Al Ijma` yang dijadikan sebagai hujjah, bersatu dalam mengikuti Sunnah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan atsarnya baik secara batin atau zhohir dan mengikuti jalan orang yang pertama kali memeluk Din Islam ini dari kalangan Muhajirin dan Anshor serta orang orang mengikuti mereka dengan baik…” (`Aqidah As Syaikh Muhammad `Abdul Wahaab As Salafiyah, hal. 195).

Berkata As Syaikh Bakar bin `Abdullah Abu Zaid : “Apabila dikatakan As Salaf, atau As Salafiyuun, atau sungguh sungguhnya mereka mengikuti As Salafiyyah : merupakan nisbah kepada As Salafus Sholih yaitu seluruh shahabat radhiallahu `anhum serta orang orang yang mengikuti mereka dengan baik, bukan orang orang yang dikuasai oleh hawa nafsu (ahlul ahwa) setelah zaman shahabat- dari kalangan khalaf yang memisahkan diri dari As Salafus Sholih dengan nama dan bentuk tertentu, …. Dan oleh karena itu yang dimaksud dengan lafadz salaf disini adalah : As Salafus Sholih, dengan dalil bahwa lafadz ini secara muthlaq ialah setiap yang berjalan dan mengikuti para shahabat radhiallahu `anhum- walaupun dia berada di zaman kita ini… demikianlah yang sebenarnya, sedangkan ahli `ilmu menjelaskan, ini merupakan nisbah tidak ada padanya bentuk yang keluar dari ketentuan Al Kitab dan As Sunnah, ia merupakan nisbah yang tidak mungkin terpisah sedetikpun dari generasi yang pertama, bahkan ia merupakan bagian dari mereka dan kembali ke jalan mereka, adapun orang yang menyelisihi cara mereka dengan memakai nama dan bentuk tertentu, tidak termasuk di dalamnya, walaupun hidup di zaman dan bertemu dengan mereka, dengan demikian para shahabat radhiallahu `anhum betul betul berlepas diri dari Al Qadariyah dan Al Murjiah serta orang orang yang mengikuti firqah firqah yang sesat ini.” Lihat : Hukmul Intima` Ilal Firaq wal Ahzaab wal Jamaa`ah Al Islamiyah (46-47).

Kemudian beliau berkata juga : “Jadilah kamu seorang yang benar benar salafiy, mengikuti jalan As Salafus Sholih dari para shahabat radhiallahu `anhum, orang orang setelah mereka dan siapapun yang mengikuti atsar mereka dari keseluruhan cabang cabang Din ini seperti At Tauhiid dan Al `Ibaadah serta yang lainnya.” Lihat Hulyatu Tholabul `Ilmi, hal. 8.

KAPAN MUNCULNYA ISHTILAH AS SALAFIYAH INI ??

Berkata Syaikh kami Muhammad Amaan Al Jaamiy : “Sesungguhnya ishtilah ini muncul dan masyhur ketika terjadinya perselisihan dan pertentangan yang hebat sewaktu membahas ushuluddin (pokok pokok agama) diantara firqah firqah kalamiyah (ahlul kalam), maka berusahalah seluruhnya meng-intisabkan diri mereka masing masing kepada As Salaf dan di-iklankan bahwa apa yang dijelaskan oleh salah satu dari firqah itu, itulah yang dipegang oleh As Salafus Sholih, jadi wajib diisytiharkan dan dimasyhurkan kalimat ini- keadaan seperti ini- lalu diasaskanlah qaedah qaedah dan tanda tanda yang jelas serta ittijah salafiy yang gamblang sehingga tidak menjadi kabur diantara orang yang benar benar ber-uswah dan berjalan di atas manhaj salafdengan orang orang yang hanya sekedar dakwaan saja.” As Shifaatu Ilahiyyaat, hal. (57-58).

Berkata As Syaikh Bakar Abu Zaid : “Sesungguhnya kaum muslimin yang awal awal- para shahabat radhiallahu `anhum- sebelum munculnya bibit bibit perpecahan dan pertentangan mereka tidak mempunyai nama tertentu sebagai pembeda, karena mereka tersebut sebagaimana disebutkan benar benar merupakan contoh atau gambaran dari agama Islam itu, akan tetapi setelah munculnya firqah firqah yang menyesatkan tersebut seperti : ahlul ahwa` (pengekor hawa nafsu), ahlul bid`ah disebabkan karena mereka mengikuti apa apa yang menyelisihi Din Islam, menjauhkan mereka dari Din itu, ahlus syubuhaat, karena mereka mencampurkan diatara haq dan bathil, dikaburkan oleh mereka yang haq itu dihadapan orang `awam, guna membangun atau menegakkan paham mereka yang keluar dari As Sunnah untuk terus berada dalam syubuhaat yang rusak dan menyakitkan, qudwah mereka dalam hal ini adalah musuh Allah dan Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam yang pertama yaitu iblis dilaknat oleh Allah- sebab dia inilah yang pertama kali menggunakan qiyas dalam rangka menyelisihi perintah Allah Ta`ala,

((قال أنا خير منه خلقتنى من نار وخلقته من طين)). الأعراف (12).

Artinya : Menjawab iblis : “Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” Al A`raaf (12). Setelah muncul firqah firqah tersebut, menisbahkan diri ke Din Islam, namun firqah firqah itu memisahkan diri dari dasar dasar yang kokoh sebagai gantungan kaum muslimin, muncullah laqab laqab (nama nama) yang sesuai dengan syari`at sebagai pembeda daripa jamaa`ah muslimin lainnya, untuk menafikan (menghilangkan) perpecahan dan pengekoran terhadap hawa nafsu, apakah nama nama itu memang sudah ditetapkan oleh ashol syari`at; seperti Al Jamaa`ah- Jamaa`tul Muslimin- Al Firqatun Naajiyah At Thooifatul Manshuurah atau disebabkan karena mereka sangat berpegang teguh sekali dengan As Sunnah di depan ahlil bid`ah, oleh karena itu terjadilah hubungan yang kuat diantara mereka dengan generasi pertama dulu, dikatakan juga mereka ini : As Salaf- Ahlul Hadits- Ahlul Atsar- Ahlus Sunnah wal Jamaa`ah, ini merupakan laqab laqab (nama nama) yang disyari`atkan menyelisihi seluruh laqab yang ada sebagai tameng dari firqah yang menyesatkan…” Hukmul Intimaa` (40-41).

MASA DIMULAINYA PENGGUNAAN LAFADZ “SALAF.”

Satu hadits yang dikeluarkan oleh Al Bukhariy dan Muslim dan lafadz hadits di shohih Muslim dari jalan `Aisyah radhiallahu `anha- disebutkan- bahwa Faathimah radhiallahu `anha- berkata : Sesungguhnya Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menyampaikan satu hadits pada saya :

((أن جبريل كان يعارضه بالقرآن كل عام مرة، وأنه عارضه فى العام مرتين، ولا أرانى إلا قد حضر أجلى، وإنك أول أهلى لحوقا بى ونعم السلف أنا لك)).

Artinya : “Bahwa Jibriil `alaihi wa Sallaam memuraja`ah Al Quran dengan satu kali setiap tahunnya, namun tahun dia lakukan dua kali, demikian disebabkan karena dekatnya ajal saya, sesungguhnya kamu ya Fathimah merupakan yang pertama kali bertemu dengan saya nanti di akhirat dan “Salaf” yang paling nikmat adalah kamu.” Al Bukhariy- kitabul Isti`dzaan-bab man naaja baina yadaiyinnaas (11/80), Muslim-kitab Fadhaailus Shohaabah- bab Fadhaailu Faathimah (4/1905).

Berkata Al Imam An Nawaawiy : “As Salaf maknanya yang terdahulu, saya lebih dahulu di depan kamu lantas kamu tolak saya?. (Syarhun Nawaawiy terhadap Shohih Muslim (16/7).

Dari Anas bin Maalik radhiallahu `anhu berkata : “Kalau seandainya seorang laki laki mendapati As Salaf yang awal, lantas dia diutus pada hari ini, tidak diketahui tentang Islam yang menyelisihi, sambil meletakan tangannya di pipinya, lalu dia kembali berkata : kecuali sholat ini.”

Kemudian beliau berkata : “Adapun selanjutnya- demi Allah atas yang demikian- bagi yang hidup pada zaman ini, tidak menemui generasi As Salafus Sholih, maka dia akan melihat dimana seorang ahlu bid`ah menyeru kepada bid`ahnya, dan dia lihat juga ahlu dunia mengajak kepada dunianya, namun dia dipelihara oleh Allah Ta`ala, Allah jadikan hati terpaut dengan generasi As Salafus Sholih tersebut sambil dia memohon kepada Allah untuk selalu berada diatas jalan mereka, berpedoman kepada atsar atsar dan mengikuti jalan mereka, guna mengharapkan balasan yang sangat besar, maka hendaklah kalian menjadi seperti mereka insya Allah.” Al I`tishom oleh As Syaathibiy (1/34).

Dari Maimuun bin Mihraan dari bapaknya berkata : “Kalalu seandainya seorang lelaki dikalangan As Salaf dibangkitkan dihadapan kalian maka tidak akan dikenal ada qiblah selain qiblah ini.” Al I`tishom (1/34).

Berkata Ibnu Hajar rahimahullahu Ta`ala : “Mihraan orang tua Maimuun Al Jazriy, berkata Al Baghawiy : Al Bukhariy menyebutkannya sebagai shahabat.” Al Ishaabah fi Tamyiizis Shohabah-huruf mim- (3/467).

Al Imam Al Bukhariy memberikan bab di dalam shohihnya berkata : “Bab yang menunjukan mengendarai binatang dan fuhuulah (kuda jantan) dari kuda.”

Berkata Raasyid bin Sa`ad : “Kaum As Salaf menyenangi al fuhuulah (kuda jantan) sebab dia lebih kencang dan mudah diatur.”

Berkata Ibnu Hajar : “Raasyid bin Sa`ad Al Maqraiy, tabii`in di kota Syam meninggal tahun 113 H.” Tahdziibut Tahdziib (3/225), dan lihat juga Taqriibut Tahdziib hal. 315, cetakan Daarul `Aashimah.

Kemudian beliau berkata : “Perkataan Raasyid “kaum As Salaf” artinya para shahabat dan generasi setelah mereka.” Fathul Baariy Syarhu Shohih Al Bukhariy (6/66).

Kemudian beliau juga memberikan sub bab di kitab –Al At`imah-bab Tidak pernah kaum As Salaf menyimpan (memonopoli) di rumah rumah dan di perjalanan mereka makanan.” Fathul Baariy (9/552). Berkata Al Imam Abu `Amru Al Auzaa`iy : “Hendaklah kamu bersabar di atas As Sunnah berhentilah kamu sekira kira dimana salaf berhenti, berkatalah seperti perkataan mereka, tahanlah dirimu sebagaimana mereka menahan diri mereka dan berjalanlah di atas jalan salaf kamu yang baik sesungguhnya yang demikian cukup bagimu.” Syarhu Ushul I`tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa`ah –Al Laalikaaiy (1/154).

Berkata juga beliau : “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar atsar kaum salaf walaupun kamu ditolak oleh manusia lainnya, dan jauhilah olehmu pemikiran pemikiran yang sesat walaupun dihiasi perkataan itu di hadapanmu.” As Syarii`ah oleh Al Ajurriy hal. 58).

( Sumber : http://thullabul-ilmiy.or.id/modules/news/article.php?storyid=4)

Mengapa Harus Bermanhaj Salaf ?

Mengapa Harus Bermanhaj Salaf ?
Ahad, 02-Juli-2006, Penulis: Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al Atsari, Lc

Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.

Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj dan salaf. Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan minhaj, yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).

Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).

Sumber : http://www.asysyariah.com
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy atau As Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).

Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash), disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).

Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafush Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.

Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Sunnahnya. Sedang kan Allah telah berwasiat kepada kita: “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisa’: 59)

Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut: 1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)

Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).

Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.

2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)

Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).

Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.

Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.

3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.

Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ Artinya : "Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu)." [QS Al Baqoroh: 137]

Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut: 1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455). Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam Asy Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka  atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).

2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).

Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).

Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).

Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.

3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).

Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil–red) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara: - Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam. - Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan. - Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79). Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.

Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena: 1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus. 2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam. 3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya. 4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. 5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika: 1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63). 2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54). 3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88). 4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88) 5. Al-Imam As Syathibi berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57). 6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin. Wallahu a’lamu bish shawaab.

Manhaj Salaf, Manhaj yang Benar dalam Memahami Islam

Manhaj Salaf, Manhaj yang Benar dalam Memahami Islam
Senin, 23-Januari-2006, Penulis: Buletin Dakwah Al Wala' Wal Bara

Adalah suatu fenomena yang kita saksikan dan tidak bisa dipungkiri bahwasanya ummat Islam sudah terpecah belah menjadi beberapa golongan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri mengabarkan bahwasanya ummatnya akan terpecah menjadi 73 golongan (dan ini sudah terjadi), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yaitu orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan para shahabatnya.

Akan tetapi, ketika ditanyakan kepada golongan-golongan tersebut, mereka menjawab bahwasanya mereka berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah bahkan masing-masing golongan menyatakan golongannyalah yang benar sedangkan yang lainnya salah/sesat, bersamaan dengan itu kita ketahui dan saksikan bahwa golongan-golongan tersebut satu sama lainnya saling bertentangan, bermusuhan bercerai-berai dan tidak berada dalam satu manhaj yang menyatukan mereka. Hal ini seperti dikatakan di dalam sya'ir: "Setiap orang mengaku punya hubungan dengan Laila akan tetapi Laila tidak mengakuinya

Untuk itu satu hal yang pasti bagi kita bahwasanya kebenaran itu hanya satu dan tidak berbilang yaitu golongan yang benar dan selamat hanya satu yaitu orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan para shahabatnya (salaf) sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah dalam haditsnya yang mutawatir. Dengan kata lain golongan yang selamat tersebut adalah orang-orang yang memahami dinul Islam dengan pemahaman salafush shalih (manhaj salaf).

Sedangkan manhaj salaf adalah suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan tabi'ut tabi'in di dalam memahami dinul Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut Salafy atau As-Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As-Salafiyyun.

Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: "As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf." (Siyar A'lamin Nubala` 6/21).

Kemudian di sini akan dikemukakan sebagian dalil-dalil yang menyatakan bahwa manhaj yang benar dalam memahami agama adalah manhaj salaf serta kewajiban bagi kita untuk mengikuti manhaj tersebut, yaitu:

1. Firman Allah subhanahu wa ta'ala :"Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat." (Al-Fatihah:6-7).

Al-Imam Ibnul Qayyim berkata: "Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya?, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah (Syi'ah)." (Madarijus Salikin 1/72).

Hal ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami agama ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus pula.

2. "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian." (Al-Baqarah:143).

Allah telah menjadikan mereka orang-orang pilihan lagi adil, mereka adalah sebaik-baik ummat, paling adil dalam perkataan, perbuatan serta keinginan mereka, karena itu mereka berhak untuk menjadi saksi atas sekalian manusia, Allah mengangkat derajat mereka, memuji mereka serta menerima mereka dengan penerimaan yang baik.
Dengan ini jelaslah bahwasanya pemahaman para shahabat merupakan hujjah atas generasi setelah mereka dalam menjelaskan nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah.

3. "Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Ali 'Imran:101).

Para shahabat adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada agama Allah, karena Allah adalah pelindung bagi siapa saja yang berpegang teguh kepada (agama)-Nya sebagaimana firman Allah: "Dan berpeganglah kalian pada tali Allah. Dia adalah pelindung kalian maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (Al-Hajj:78).
Dan telah dimaklumi bahwasanya perlindungan dan pertolongan Allah kepada para shahabat sangat sempurna, hal tersebut menunjukkan bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, mereka adalah orang-orang yang memberi petunjuk dengan persaksian dari Allah.

4. "Kalian adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah." (Ali 'Imran:110).
Allah telah menetapkan atas mereka keutamaan atas sekalian ummat, hal tersebut karena keistiqamahan mereka pada segala hal, karena mereka tidak akan melenceng dari jalan yang lurus, Allah telah bersaksi atas mereka bahwasanya mereka menyuruh kepada setiap yang ma'ruf, mencegah dari setiap kemunkaran, berdasarkan hal tersebut merupakan suatu keharusan bahwasanya pemahaman mereka merupakan hujjah bagi generasi setelahnya hingga Allah menetapkan putusannya.

5. "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa`:115).
Berkata Al-Imam Ibnu Abi Jamrah Al-Andalusi: "Para 'ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini adalah para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan generasi pertama dari ummat ini,?." (Al-Mirqat Fi Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37).
Syaikhul Islam berkata: "Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin-red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran." (Majmu' Fatawa 7/38).

Maksud ayat tersebut, bahwasanya Allah mengancam siapa saja yang mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin (dengan neraka Jahannam), maka jelaslah bahwasanya mengikuti jalannya para shahabat dalam memahami syari'at Allah wajib hukumnya, sedangkan menyalahinya merupakan suatu kesesatan.

6. "Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah:100).

Makna dalil tersebut, bahwasanya Tuhan manusia memuji orang-orang yang mengikuti manusia terbaik, maka diketahui dari hal tersebut bahwasanya jika mereka mengatakan suatu pandangan kemudian diikuti oleh pengikutnya pantaslah pengikut tersebut untuk mendapatkan pujian dan ia berhak mendapatkan keridhaan, jika sekiranya mengikuti mereka tidak membedakan dengan selain mereka maka tidak pantas pujian dan keridhaan tersebut.

7. "Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan:74).
Maka orang-orang bertaqwa secara keseluruhan berimam kepada mereka. Adapun taqwa merupakan kewajiban, di mana Allah dengan gamblang menyebutkannya dalam banyak ayat. Tidak memungkinkan untuk menyebutkannya di sini, maka jelaslah bahwa berimam kepada mereka wajib, adapun berpaling dari jalan mereka akan menyebabkan fitnah dan bencana.

8. "Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku." (Luqman:15).
Seluruh shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang kembali kepada Allah, maka Allah memberikan hidayah kepada mereka dengan perkataan yang baik, serta berbuat amal shalih.
Maka merupakan suatu kewajiban untuk mengikuti manhaj para shahabat dalam memahami agama Allah baik yang ada dalam Al-Qur`an ataupun As-Sunnah.

9. "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (As-Sajdah:24).
Sifat-sifat yang disebutkan pada ayat tersebut di atas adalah berkenaan dengan sifat-sifat para shahabat Nabi Musa 'alaihis salam, Allah mengabarkan bahwasanya Dia menjadikan mereka sebagai imam yang diikuti oleh orang-orang sesudah mereka karena kesabaran dan keyakinan mereka, jika demikian kesabaran dan keyakinan merupakan jalan untuk menjadi Imam (pemimpin) dalam agama.

Dan sangat dimaklumi bahwasanya shahabat-shahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak dengan sifat-sifat tersebut daripada ummat Nabi Musa, mereka lebih sempurna keyakinan dan kesabaran dari segenap ummat, maka mereka lebih berhak untuk menjadi imam dan ini merupakan hal yang paten berdasarkan persaksian dari Allah dan pujian Rasulullah atas mereka.

Adapun dalil-dalil dari As-Sunnah adalah sebagai berikut:

1. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah (generasi) pada zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian generasi berikutnya." (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu).
Allah telah melihat hati-hati para shahabat Rasulullah di mana Dia mendapatkannya sebaik-baik hati para hamba setelah hati Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu Dia memberikan kepada mereka pemahaman yang tidak dapat dijangkau oleh generasi berikutnya, karena itulah apa yang dalam pandangan shahabat merupakan suatu kebaikan demikian pula dalam pandangan Allah dan apa yang dalam pandangan shahabat jelek, jelek pula dalam pandangan Allah.

2. Dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu berkata: "Kami melaksanakan shalat maghrib bersama Rasulullah, lalu kami berkata: "Sekiranya kita tetap di sini hingga kita melaksanakan shalat 'isya bersama beliau", kemudian kami duduk, lalu beliau mendatangi kami seraya berkata: "Kalian masih tetap di sini?" kami berkata: "Ya Rasulullah, kami shalat bersama Engkau, kemudian kami berpendapat: kita duduk di sini hingga melaksanakan shalat 'isya bersama Engkau." Beliau berkata: "Ya". Abu Musa berkata: "Kemudian beliau mengangkat kepalanya ke langit dan beliau sering melakukan hal tersebut, lalu beliau bersabda: "Bintang-bintang adalah penjaga langit, jika bintang-bintang telah redup, diberikan kepada langit persoalannya dan Aku adalah penjaga bagi shahabat-shahabatku, jika aku telah tiada maka persoalan akan diserahkan kepada shahabat-shahabatku, dan shahabat-shahabatku adalah penjaga ummatku, jika shahabat-shahabatku telah tiada maka persoalan diserahkan kepada ummatku". (HR. Muslim).

3. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian mencela shahabat-shahabatku, demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, seandainya salah seorang di antara kalian berinfaq dengan emas sebesar gunung uhud, tidak dapat menyamai (pahala) satu mud infaq mereka, tidak pula setengahnya." (Muttafaqun 'alaih).

4. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham?" (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi dan lainnya dari Al-'Irbadh bin Sariyah, lihat Irwa`ul Ghalil no. 2455).

5. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Terus-menerus ada sekelompok kecil dari ummatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu." (Muttafaqun 'alaih dari Tsauban radhiyallahu 'anhu, dan ini adalah lafazh Muslim).

6. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "?Ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan. Beliau ditanya: "Siapa dia wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "(golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada (di atasnya)." (HR. At-Tirmidzi dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash).

Sedangkan ucapan para 'ulama akan wajibnya berpegang dengan manhaj salaf adalah:
Al-Imam Al-Auza'i berkata: "Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun orang-orang menolakmu dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah)." (Asy-Syari'ah, Al-Ajurri hal. 63).

Al-Imam As-Sam'ani berkata: "Syi'ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj as-salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama)." (Al-Intishar li Ahlil Hadits, Muhammad bin 'Umar Bazmul hal. 88).

Al-Imam Al-Ashbahani berkata: "Barangsiapa menyelisihi shahabat dan tabi'in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya." (Al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah 2/437-438).

Al-Imam Asy-Syathibi berkata: "Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf maka ia adalah kesesatan." (Al-Muwafaqat 3/284).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar." (Majmu' Fatawa 4/155). Beliau juga berkata: "Bahkan syi'ar ahlul bid'ah adalah meninggalkan manhaj salaf." (Majmu' Fatawa 4/155).

Semoga Allah subhanahu wa ta'ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dinul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin Ya Rabbal 'Alamin. Wallahu a'lamu bish shawab.

Maraji':
1. Limadza Ikhtartu Manhaj Salaf, Asy-Syaikh Salim bin 'Id Al-Hilali;
2. Majalah Syari'ah ed. 04.

( http://fdawj.co.nr/ )

Salaf dan Salafiyah

Sabtu, 17-Juni-2006, Penulis: Syaikh Muhammad bin Rabi’ bin Hadi Al Madkhali

A. Makna Salaf

Kata Salaf sering diucapkan. Maksudnya adalah generasi pertama dari kalangan sahabat dan tabi’in (generasi pasca sahabat) yang berada di atas fitrah (dien) yang selamat dan bersih dengan wahyu Allah. Mereka menyandarkan aqidah kepada Alqur’an dan As sunnah yang suci. Pemikiran mereka belum ternodai dengan pemahaman-pemahaman filsafat asing. Mereka telah berlalu sebelum pengaruh filsafat-filsafat tersebut merusak kaum muslimin. Untuk mengetahui batasan Salaf, maka kita harus mengetahui batasan jaman dan manhaj mereka.

B. Batasan Jaman

Adapun batasan jaman mereka adalah tiga generasi yang pertama yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wassallam. Untuk keutamaan mereka Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda,

"Sebaik-baiknya kalian adalah generasiku (Sahabat) kemudian orang-orang sesudah mereka (tabi’in) kemudian orang-orang setelah mereka (tabi’ut tabi’in)" (Shahih al-Bukhary, kitab Syahadat dari sahabat Imran bin Husain)

Demikian itu dikarenakan segala kebaikan yang ada pada diri mereka, dan di masa mereka kelompok-kelompok sesat belum menampakkan permusuhan dan belum menguasai kaum muslimin sebagaimana yang terjadi sesudah mereka tiada. Berarti yang dimaksud Salaf menurut tinjauan sejarah adalah para sahabat Nabi, kemudian tabi’in, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka secara kebaikan.

C. Batasan Manhaji

Adapun batasan manhaji adalah orang-orang yang konsisten memegang prinsip-prinsip Alqur’an dan Assunnah, mengutamakan prinsip tersebut di atas prinsip-prinsip akal manusia dan mengembalikan semua permasalahan yang diperselisihkan kepada keduanya, berdasarkan firman Allah Subhanahu WaTa’ala,

"Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Alqur’an) dan Rasulullah (Assunnah) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya"(An Nisa:59)

Inilah keistimewaan yang dimiliki oleh mereka (Ahlus Sunnah). Karena kelompok-kelompok yang menyelisihi mereka dengan berbagai macam bentuknya adalah tidak konsisten di atas manhaj (jalan) ini. Kelompok yang lain menolak sebagian hadits-hadits, walaupun hadits tersebut shahih dan mentakwilkan ayat-ayat yang sudah jelas dengan menyangka bahwa semuanya bertentangan dengan akal sebagaimana terjadi pada ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah. Sebab tidak ada yang menetapkan secara dhahiriyah dan menafikan tasybih (penyerupaan kepada makhluknya) kecuali ulama Salaf dan orang-orang yang mengikuti mereka.

"Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar"(At-Taubah:100)

Orang-orang yang telah dijelaskan dalam ayat tersebut dengan sifat-sifatnya adalah Salafush Shalih. Adapun orang-orang (generasi) setelahnya dan menempuh jalan yang ditempuh mereka maka dinisbahkan kepada mereka dengan huruf "ya", nisbahnya menjadi Salafi. Adapun orang-orang yang datang setelahnya dan tidak mengikuti jalan mereka, mereka adalah khalaf dan mereka bangga dengan keadaan yang demikian itu. Mereka memisahkan jalan mereka sendiri dari jalan Salaf, khususnya dalam hal menetapkan Sifat-sifat Allah. Bukti kongkrit yang demikian itu ada dalam makalah-makalah mereka yang menyatakan jalan Salaf adalah selamat dan jalan khalaf adalah a’alam (lebih berilmu) dan ahkam (lebih lurus). Makalah ini dan kebatilannya sangat mahsyur (terkenal). Dan juga dibawakannya makalah ini sebagai bukti pengakuan orang-orag khalaf bahwa mereka bukan di atas jalan Salaf, dan bahwasanya jalannya Khalaf lebih banyak ilmu dan lebih lurus.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membatalkan ungkapan ini dan menetapkan bahwa jalan Salaf adalah menghimpun segala sifat-sifat yang baik. Maka dari itu JALAN MEREKA adalah ASLAM (SELAMAT), ‘ALAM (ILMIYAH), DAN AHKAM (LURUS).

Dinukil dari kitab "Adwa’un ‘ala Kutubis Salafi fil-Aqidati"
Judul Indonesia "Berkenalan Dengan Salaf"
Penerbit Maktabah Salafy Press

Minggu, 03 Januari 2010

KARAKTERISTIK MANHAJ / DA'WAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH - bagian 3
Kamis, 01-November-2007, Penulis: Al-Ustadz Luqman Jamal, Lc

1. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah menasehati kaum muslimin dimanapun mereka berada khususnya di negeri-negeri kaum muslimin agar mereka mencintai ulama Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah, berwala’ kepadanya, memuliakannya dan menyebutnya dengan kebaikan, tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain, mentaatinya dan merujuk kepada mereka khususnya dalam perkara-perkara besar dan nawazil yang berkaitan dengan maslahat umat.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian ".(QS. An-Nisa` :59)

Dan Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui." (QS. Al-Anbiya` : 7).

Dan Allah memerintahkan dalam firman-Nya :

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita berkaitan dengan keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalaulah bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antara kalian)." (QS. An-Nisa : 83)

Dan Ulamalah yang mengetahui yang haq, menetapkan dan menghukumi dengan haq sebagaimana firman Allah Ta'ala :

وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

" Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalannya Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." (QS. Saba` : 6)

Dan Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam hadits Abu Darda :

إِنَّ الْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَأَنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يَوْرِثْ دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang sempurna". (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Shohih Abu Daud No. 3096, Shohih At-Tirmidzy 2/59 dan Shohih Ibnu Majah no. 223).

Berkata Ash-Shabuny (Aqidatus Salaf hal.121) : “Salah satu karakteristik Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah kecintaan mereka kepada Imam-imam sunnah, ulama-ulamanya, penolong-penolongnya dan wali-walinya”.

Berkata Ath-Thohawy rahimahullah : “Dan ulama salaf dari yang terdahulu dan yang sesudahnya dari kalangan tabi’in (yang mereka itu adalah) ahli kebaikan dan atsar, ahli fiqh dan nazhar, Tidaklah mereka disebut kecuali dengan kebaikan dan siapa yang menyebut mereka dengan kejelekan maka ia tidak berada diatas jalan (jalan Islam dan sunnah-pent.)”. (Dari Syarah Al-Aqidah Ath-Thohawiyah hal. 740)

Dan siapakah ulama sunnah itu ?

Berkata Imam Ibnu 'Abdil Barr : "Telah sepakat ahli fiqih dan atsar dari seluruh negeri bahwasanya ahlul kalam adalah ahlul bida' dan penyimpangan dan tidak dianggap menurut mereka di seluruh negeri dalam kelompok ulama. Sesungguhnya ulama itu adalah ahlul atsar dan mengambil fiqhi darinya dan mereka bertingkat-tingkat didalamnya sesuai dengan kemahirannya, keahliannya dan pemahamannya". (Lihat : Jami' Bayanil 'Ilmi wa Fadhlihi 2/95-96).

Berkata Imam Al-Barbahary : (Syarhus Sunnah hal.102 No.103) : “Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- Sesungguhnya ilmu itu bukanlah karena banyaknya riwayat dan kitab, sesungguhnya 'Alim (ulama) itu adalah siapa yang mengikuti ilmu dan sunnah walaupun sedikit ilmu dan kitabnya dan siapa yang menyelisihi kitab dan sunnah maka dia adalah ahlul bid'ah walaupun banyak ilmu dan kitabnya."

Dan salah satu ciri khas ahlul bid'ah adalah membenci ahlul hadits.

Berkata Ahmad bin Sinan Al-Qoththon : "Tidak ada seorangpun mubtadi' (penganut bid'ah) di dunia kecuali dia pasti membenci ahlul hadits. Dan apabila seseorang berbuat bid'ah maka akan dicabut manisnya hadits dari hatinya." (Lihat : Aqidah Ashhabil Hadits hal. 116, Shaunul Manthiq hal.41 dan Tadzkirutul Huffazh 2/521).

2. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah menyeru kaum muslimin untuk saling mencintai, saling merahmati dan menjalin ukhuwah islamiyah antara mereka.

Seluruh hal tersebut sebagai realisasi dari firman Allah 'Azza wa Jalla :

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang". (QS.Maryam : 96).

Dan firman Allah Jallat 'Azhomatuhu :

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

" Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang"". (QS. Al-Hasyr : 10)

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

"Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara". (QS. Al-Hujarat : 10)
Berbeda dengan selain mereka dari umat-umat kafir dan kelompok-kelompok yang sesat yang Allah telah tetapkan kebencian dan permusuhan diantara mereka sehingga hati mereka bercerai berai walaupun mereka berusaha menampakkan dan meneriakkan slogan persatuan dan kasih sayang, sebagaimana dalam firman Allah Al-'Alim bidzatish Shodur :
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

"Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti.". (QS. Al-Hasyr : 14)

3. Termasuk karakteristik Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah yang menonjol adalah kesungguhan dan terus menerusnya mereka dalam menuntut ilmu syari’at (Al-Qur`an dan Sunnah).

Hal tersebut karena banyak dalil dari Al-Qur`an dan Sunnah yang menunjukkan tentang keutamaan ilmu dan anjuran untuk menuntuk ilmu. Seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.". (QS. Al-Mujadilah : 11).
Dan dakwah di jalan Allah harus disertai dengan ilmu, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

"Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf : 108).

Sesungguhnya dakwah di jalan Allah adalah kewajiban, maka seorang da'i wajib untuk berilmu tentang apa yang dia dakwahkan.

Kata Syeikh Sholih Al-Fauzan hafizhohullah : Orang jahil tidak pantas untuk menjadi da'i (Lihat : muqaddimah beliau terhadap kitab Manhajul Anbiya` fid Da'wah hal. 20 karya Syaikh Rabi' bin Hady Al-Madkhaly hafizhohullah).

Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim". (HR. Ibnu Majah dan lain-lainnya dari Anas bin Malik dan dihasankan dari seluruh jalan-jalannya oleh Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil rahimahumallah).

Dari Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda :
يَحْمِلُ هَذَا الدِّيْنَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ يَنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ وَانْتِحَالَ الُمْبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ

"Agama ini akan diemban pada setiap generasi oleh orang-orang yang adil diantara mereka, (yang mereka itu) akan menolak setiap penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, kerusakan orang-orang yang batil dan ta'wilnya orang-orang yang bodoh". (Dishohihkan oleh Imam Ahmad sebagaimana dalam Syaraf Ashabil Hadits hal 29 karya Al-Khatib Al-Baghdady dan dihasankan oleh Salim Al-Hilaly dalam Basho`ir Dzawi Asy-Syaraf hal. 111).
Kata Imam Ibnu Qoyyim : Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam memberitakan bahwasanya ilmu yang dibawanya akan dipikul oleh orang-orang yang adil dari umatnya dari setiap generasi supaya tidak lenyap dan hilang”. (Lihat Miftah Dar As-Sa’adah 1/163)
Berkata Al-Isma'ily (I’tiqod Ahlus Sunnah wal Jama'ah hal.54) : “Mereka (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) melihat (wajibnya) mempelajari ilmu (syar'i) dan mencarinya (menuntutnya) dari tempatnya dan bersungguh-sungguh dalam mempelajari Al-Qur’an dan ilmu-ilmu tafsir, mendengarkan sunnah-sunnah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam, menghafalkannya dan mempelajarinya (memahaminya) dan menuntut (mempelajari) atsar-atsar shahabat”.
Kata Imam Al-Barbahary (Syarhus Sunnah hal. 67 no.8) : “Maka lihatlah -semoga Allah memberikan rahmat padamu– semua yang kamu dengar ucapannya dari orang-orang, pada zaman kamu khususnya, maka janganlah tergesa-gesa dan jangan masuk padanya (membenarkan) sedikitpun sebelum kamu bertanya dan melihat apakah telah berbicara tentangnya (apa yang diucapkannya) para shahabat Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam atau seorang dari ulama maka jika kamu mendapatkan suatu atsar padanya (yaitu orang yang berbicara dan berfatwa dari shahabat) maka pegang teguhlah dengannya dan jangan kamu melampauinya sedikitpun dan jangan kamu memilih selainnya sedikitpun yang menyebabkan kamu masuk neraka”.
http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Manhaj&article=10

KARAKTERISTIK MANHAJ / DA'WAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH - bagian 2

KARAKTERISTIK MANHAJ / DA'WAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH - bagian 2
Kamis, 11-Oktober-2007, Penulis: Al-Ustadz Luqman Jamal, Lc

1. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah sepakat pada pokok-pokok aqidah. Tidak ada perbedaan dan perselisihan diantaara mereka walaupun berbeda waktu dan tempat.

Berkata Syeikhul Islam Abul Muzhoffar Manshur bin Muhammad As-Sam'any rahimahullah : "Dan perkara yang paling jelas yang menunjukan bahwasanya ahlul hadits adalah ahlul haq, yaitu sesungguhnya jika kamu menelaah atau memperhatikan seluruh kitab-kitab yang mereka tulis, dulu maupun sekarang, walaupun negeri mereka berbeda–beda dan jaraknya berjauhan dan tinggal di negeri-negeri yang berbeda, maka kamu dapati mereka dalam menjelaskan aqidah di atas satu cara dan jalan yang sama, mereka berjalan di atas jalan tersebut dan tidak berpaling darinya dan tidak ada yang menyelisihi ucapan mereka pada yang demikian itu satupun diantara mereka, penukilan mereka satu, kamu tidak dapati pada mereka perbedaan dan perpecahan sedikitpun bahkan kalau kamu mengumpulkan seluruh yang keluar dari lisan-lisan mereka dan nukilan-nukilan mereka dari pendahulunya kamu dapatkan seakan-akan hal di atas berasal dari satu hati dan satu lisan. Maka apakah setelah kebenaran ini ada dalil yang lebih jelas darinya.

Allah berfirman (dalam surah An-Nisa` ayat 82) :

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.
Dan firman Allah (dalam surah Ali 'Imran ayat 103) :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.
Adapun jika kamu lihat pada ahlul ahwa` wal bida', maka kamu melihat mereka bercerai berai, berselisih dalam kelompok-kelompok dan partai-partai. Hampir-hampir kamu tidak mendapati dua di antara mereka di atas satu jalan dalam keyakinannya, membid'ahkan antara satu dengan yang lain, bahkan sampai mengkafirkan, anak mengkafirkan bapaknya, seseorang mengkafirkan saudaranya, tetangga mengkafirkan tetangganya. Kamu dapati mereka paling menonjol dalam perselisihan, kebencian dan perbedaan, mereka menghabiskan umurnya sementara kalimat mereka tidak pernah sepakat. Sebagaimana firman Allah (dalam surah Al-Hasyr ayat 14) :
لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

“Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu menganggap mereka itu bersatu padahal hati-hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti”.

lalu beliau memberi beberapa contoh kemudian beliau berkata : "Dan apakah di atas kebatilan ada dalil yang lebih jelas dari perkara ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat".(QS. Al-An'am : 159)

(lihat : Al-Intishor li Ahlil Hadits dengan perantaraan Shaunul Mantiq hal. 165-170, Al-Hujjah Fii Bayani Al-Mahajjah 2/222-230, Mukhtashor Ash-Showa'iq hal. 496-498).

2. Diantara karakteristik yang paling jelas membedakan antara Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah dengan ahlul bid'ah wal furqoh adalah hakikat nama dan penyandaran. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah pada setiap penamaannya ; Salafiyun, Ath-Thoifah Al-Manshurah, Al-Firqoh An-Najiyah dan Ahlul Hadits, semuanya adalah sandaran kepada Sunnah dan Jama'ah yang hanya menggambarkan Islam yang hakiki. Adapun ahlul bid'ah wal furqoh, penyandarkan diri mereka kadang kepada seseorang dari ahlul bid'ah atau pimpinan kesesatan seperti Jahmiyah, Kullabiyah, Maturidiyah, Jama'ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Sururiyah, Quthbiyah. Dan kadang kepada pokok kesesatan mereka seperti Qodariyah, Jabariyah dan Murji`ah. Dan kadang kepada bentuk dan sifat kesesatan mereka seperti Rofidhoh, Shufiyah, Falasifah, Bathiniyah, Mu'tazilah dan Musyabbihah.

Berkata Al-Maqdisy : "Dan semua yang memberi nama selain Islam dan sunnah adalah ahlul bid'ah seperti Rafidhah (Syi'ah), Jahmiyah, Khawarij, Murji`ah, Mu'tazilah, Karramiyah, Kullabiyah, dan yang seperti mereka. Ini adalah kelompok-kelompok sesat dan kelompok-kelompok bid'ah. Semoga Allah melindungi kita darinya." (Lihat Lum'ah Al-I'tiqod hal. 124)

Dan secara umum penamaan Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah berbeda dengan penamaan ahlul bid'ah wal furqoh dari beberapa sisi :

Satu : Penamaan-penamaan Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah adalah nisbah kepada generasi awal umat Islam yang berada di atas tuntunan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, maka penamaan tersebut akan mencakup seluruh ummat pada setiap zaman yang berjalan sesuai dengan jalan generasi awal tersebut baik dalam mengambil ilmu atau dalam pemahaman atau dalam berdakwah dan lain-lainnya.

Dua : Kandungan dari penamaan-penamaan tersebut hanyalah menunjukkan tuntunan Islam yang murni yaitu Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam tanpa ada penambahan atau pengurangan sedikit pun.

Tiga : Penamaan-penamaan tersebut adalah penamaan syariat yang mempunyai asal dalil dari sunnah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam.


Empat : Penamaan-penamaan tersebut hanyalah muncul untuk membedakan antara pengikut kebenaran dan para pengekor hawa nafsu dan golongan-golongan sesat, dan sebagai bantahan terhadap bid'ah dan kesesatan mereka.


Lima : Ikatan wala' (loyalitas) dan baro' (kebencian, permusuhan) bagi orang-orang yang bernama dengan penamaan tersebut, hanyalah ikatan wala' dan baro' di atas Islam (Al-Qur`an dan Sunnah) bukan ikatan wala' dan baro' karena seorang tokoh, pemimpin, kelompok, organisasi dan lain-lainnya.


Enam : Tidak ada fanatisme bagi orang-orang yang memakai penamaan-penamaan tersebut kecuali kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam karena pemimpin dan panutan mereka hanyalah satu, yaitu Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, berbeda dengan orang-orang yang menisbahkan dirinya ke penamaan-penamaan bid'ah fanatismenya untuk golongan, kelompok atau pimpinan.


Tujuh : Penamaan-penamaan tersebut sama sekali tidak akan menjerumuskan ke dalam suatu bid'ah, maksiat maupun fanatisme kepada seseorang atau kelompok dan lain-lainnya.

Lihat : Risalah 'Ilmiah An-Nashihah Vol. 02 Rubrik Manhaj.

http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Manhaj&article=9

KARAKTERISTIK MANHAJ / DA'WAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH - bagian 1

KARAKTERISTIK MANHAJ / DA'WAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH - bagian 1
Rabu, 03-Oktober-2007, Penulis: Al-Ustadz Luqman Jamal, Lc

Karakteristik manhaj/dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang membedakannya dengan ahlul bid'ah sangat banyak dan telah dijelaskan oleh para Imam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dalam banyak kitab karya mereka dan tersebar luas di kalangan kaum muslimin, untuk itu kami sebutkan disini sebagian dari karakteristik tersebut. Mudah-mudahan bermanfaat bagi para pembaca dan kaum muslimin pada umumnya untuk mengetahui manhaj / dakwah Ahlussunnah wal Jama'ah yang sebenarnya. Amin. Diantara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :





1. Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dalam menerima dan mengambil agama dari Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih.



Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :



اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amatlah sedikit kalian mengambil pelajaran (daripadanya)”.(QS.Al-A’raf : 3)



Dan Allah Jalla Dzikruhu menyatakan dalam surah Al-Hujurat ayat 1 :



يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”.



Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda :



تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا : كَتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ

"Saya meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat sesudahnya (yaitu) Kitabullah dan Sunnahku dan keduanya tidak akan bercerai sampai keduanya menemuiku di telaga". (Shohih Jami' Ash-Shoghir karya Al-Albany jilid 3 hal. 39 no. 2934).



Berkata Imam Az-Zuhry rahimahullah : “Dari Allah (turunnya) Ar-Risalah (agama,syari’at) dan kewajiban Rasul (shollallahu 'alaihi wa ala alihi wa sallam) adalah menyampaikan dan kewajiban kita adalah At-Taslim (menerima, tunduk, berserahkan diri)". (Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dalam Kitab At-Tauhid secara mu’allaq, lihat Fathul Bary 13/508).

Dan Imam Ath-Thohawy menyatakan : “Tidaklah tsabit (kuat) keislaman seseorang kecuali dengan menerima dan berserah diri (kepada kitab dan sunnah-pent.) dengan sepenuh hati”. (Dari Syarh Al-Aqidah Ath-Thohawiyah hal.201)



2. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah tidak membedakan antara Al-Qur`an dan As-Sunnah karena keduanya dari sisi Allah Azza wa Jalla dan keharusan menerimanya adalah sama.



Allah Azza Wa Jalla berfirman :



وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

"Dan tidaklah yang dia (Rasulullah) ucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain

kecuali wahyu yang diwahyukan padanya. (QS.An-Najm : 3-4)

Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :



مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

"Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah". (An-Nisa` : 80)



Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda :



أَلاََ إِنِّيْ أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ

"Ketahuilah sesungguhnya saya telah diberi Al-Qur`an dan yang semisal dengannya". (HR.Ahmad 4/130-131,Abu Daud 5/13 No.4605 dan dishohihkan oleh Al-Albany rahimahullah dalam Shohih Al Jami' 2643.)



3. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah berhujjah dengan hadits-hadits yang shohih, baik yang mutawatir maupun Ahad, baik dalam masalah Aqidah maupun Ahkam dan tidak ada perbedaan antara keduanya.



Allah Ta'ala berfirman :



وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

"Dan apa-apa yang Rasul datangkan kepada kalian maka terimalah dan apa-apa yang beliau larang maka tinggalkanlah" (QS. Al-Hasyr :7 )



Allah Ta'ala berfirman :



فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

"Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.". (An-Nisa` : 59)



Berkata Ibnu Hazm rahimahullah dalam Al-Ihkam hal 102 : "Maka benarlah dengan ini bahwa ummat ber-ijma' (bersepakat) dalam menerima khabar ahad seorang yang terpercaya dari Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dan juga seluruh kaum muslimin menerima khabar ahad seorang yang terpercaya dari Nabi shollallahu 'alaihi wa ala alihi wa sallam."

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Ash-Showa'iq Al-Mursalah 2/262 : "Maka yang dijadikan sandaran oleh orang-orang yang menafikan ilmu (yakin) dari hadits-hadits Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, yang dengan hal tersebut mereka telah mengoyak/merobek ijma' para shahabat yang dimaklumi secara darurat (pasti) dalam agama, (mengoyak) ijma' para tabi'in dan ijma' para imam kaum muslimin. Dan mereka (yaitu orang-orang yang menafikan bahwa hadits ahad memberi faedah ilmu-pent.) dengan hal tersebut telah mencocoki kaum Mu'tazilah, Jahmiyah, Rafidhoh dan Khawarij".



4. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah dalam memahami, mengambil dan mengamalkan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shohih dengan mengikuti jalan As-Salaf Ash-Sholeh.



Allah Azza wa Jalla kewajiban mengikuti jalan mereka dalam firman-Nya :



وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar". (QS. At-Taubah : 100)



Dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengancam orang yang menyelisihi jalan mereka dengan firman-Nya :



وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu`min, maka Kami biarkan ia larut terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali".".(QS. An-Nisa :115)



Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda :



عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ المَهْدِيْيِنَ الرَّاشِدِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

"Wajib atas kalian untuk berpegang teguh kepada sunnahku dan kepada sunnah Al Khulafa yang mendapat hidayah dan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah terhadap perkara yang baru dalam agama. Karena sesungguhnya semua perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat".



Kata Imam Ahmad (Ushul As-Sunnah hal.14) : "Dasar–dasar sunnah (agama) di sisi kami adalah berpegang teguh pada apa yang ada pada shahabat Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ala alihi wa sallam, mencontoh mereka dan menjauhi bid'ah-bid'ah karena setiap bid'ah adalah kesesatan".

Dan berkata Imam Ash-Shabuni (Aqidatus Salaf hal.114) : "Dan mereka (Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Ahlul Hadits-pent.) mengikuti para salaf yang sholeh dari Imam-Imam dalam agama dan ulama-ulama kaum muslimin dan mereka berpegang teguh sesuai dengan apa yang ada pada mereka, memegang teguh agama dengan kokoh dan berada di atas kebenaran yang nyata".



5. Berdasarkan point di atas Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah meyakini bahwa jalan As-Salaf Ash-Sholeh adalah Aslam (lebih selamat), A'lam (lebih 'alim) dan Ahkam (lebih berhikmah) tidak sebagaimana yang disangka oleh Ahlul Kalam dan semisalnya bahwa jalan As-Salaf Ash-Sholeh hanya Aslam sedangkan jalan Khalaf (Orang-orang belakangan) A'lam dan Ahkam.



Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah : "Dan sungguh mereka telah membuat kedustaan terhadap jalan Salaf dan mereka telah sesat dengan membenarkan jalan Khalaf. Maka merekapun mengumpulkan antara kebodohan tentang jalannya Salaf dengan berdusta atas mereka dan antara kebodohan dan kesesatan dengan membenarkan jalannya Khalaf. ( Lihat :Fatawa Al-Hamawiyah Al-Kubro hal. 31-32, cet. Maktabatu Harro`)



6. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah memulai dakwah mereka dengan yang paling penting kemudian yang penting setelahnya. Karena mereka mendahulukan apa yang didahulukan oleh Allah dan rasul-Nya dan mengakhirkan apa yang diakhirkan oleh Allah dan rasul-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :



وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الْأُولَى بَصَائِرَ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat. ". (QS.Al-Qashash : 43)

Syeikh Sholih Al-Fauzan hafizhohullah dalam kaset yang berjudul “Al-Qowa’id Fii Al-Minhaj” menukil dari Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa ayat ini menunjukkan sesungguhnya ahkam (hukum-hukum) itu turun setelah tetapnya syari'at ketika Allah telah membinasakan Fir'aun dan kaumnya. Kemudian setelah dakwah nabi Musa 'alihissalam kokoh, barulah Allah menurunkan kepadanya Al-Kitab yaitu Taurat.

Dan juga dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda :



نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ

"Kami memulai dengan apa yang Allah memulai dengannya". (HSR. Muslim)

7. Prioritas utama dakwah Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah adalah dakwah kepada tauhid. Karena itu merupakan misi dakwah para nabi dan rasul di muka bumi ini. Mereka memulai dakwahnya dengan tauhid dan mengakhirinya dengan tauhid.

Allah Azza wa Jalla berfirman :



وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu".". (QS. An-Nahl : 30)

Dan Allah Jalla Dzikruhu berfirman :



وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".". (QS. Al-Nahl : 36)

Dan Allah Jalla Sya`nuhu menyatakan :



وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu : "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.". (QS. Az-Zumar : 65)



Dan Allah Rabbul 'Izzah berfirman :

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ ءَابَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

"Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya : "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab : "Kami akan menyembah sesembahanmu dan sesembahan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) sesembahan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" (QS.Al-Baqarah : 133).

Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata :



لَمَّا بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ إِلَى الْيَمَنِ قَالَ لَهُ إِنَّكَ تَقْدُمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوْا اللهَ تَعَالَى.

"Tatkala Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman beliau berkata kepadanya : "Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka hendaknya yang engkau dakwahkan di awal kali kepada mereka adalah untuk mentauhidkan Allah Ta'ala". (HSR.Bukhary-Muslim)

Dan di akhir hayat Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ala alihi wa sallam dalam keadaan sakit, beliau juga memperingatkan dari kesyirikan sebagaimana sabda beliau :



لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَىَ اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

"Allah telah melaknat orang yahudi dan nashoro, mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid". (HSR.Bukhary-Muslim)



8. Dakwah Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah adalah dakwah sumuliyah (universal) mencakup seluruh bagian agama tanpa terkecuali. Mereka mengagungkan dan memuliakan seluruh perkara agama karena sifat syariat itu adalah cocok untuk segala zaman, setiap umat dan keadaan.

Allah Jalla wa 'ala berfirman :



يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqorah : 208)

Kata Ibnu Katsir mentafsirkan ayat ini : "Allah Ta'ala berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya lagi membenarkan rasul-Nya, untuk mengambil seluruh bagian-bagian Islam dan syariatnya, mengerjakan semua perintah-perintahnya dan meninggalkan seluruh larangannya sesuai dengan apa yang mereka mampu".

Dan Allah Jalla tsana`uhu berfirman :



ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati". (QS. Al-Hajj : 32)

Dan Allah Azzat Azhomatuhu berfirman :



ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah yang terbaik baginya di sisi Rabbnya". (QS. Al-Hajj : 30)

Bahkan perkara-perkara yang kelihatannya sepelepun diterangkan dalam agama ini sehingga membuat orang-orang musyrikin dan ahlul kitab iri hati dan dengki sebagaimana dalam hadits Salman Al-Farisy beliau berkata :



قَالَ لَنَا الْمُشْرِكُوْنَ هَلْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْئٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ, قَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِيْنِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلِّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيْعٍ أَوْ بِعَظْمٍ.

"Kaum musyrikin berkata kepada kami : "Apakah nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) tata cara buang air, maka dia menjawab : benar, sungguh beliau telah melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau kencing, (melarang) kami beristinja` dengan tangan kanan, (melarang) kami beristinja` kurang dari tiga batu atau kami beristinja` dengan kotoran atau tulang. (HR.Muslim)



9. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah terus-menerus menampakkan kebenaran dan membelanya sampai hari kiamat dan tidak takut cercaan orang yang mencela mereka.



Allah 'Azza wa Jalla berfirman :



فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik." (QS. Al-Hijr : 94)



Dan Allah Jalla tsana`uhu berfirman :



وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ

"Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al Qur'an, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.". (QS. Al-An'am : 55)



Dan Allah Jalla Sya`nuhu telah mengambil janji kepada manusia supaya tidak menyembunyikan kebenaran dalam firman-Nya :



وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ

"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." (QS. Ali 'Imran : 187)



Dan Allah Jalla Sya`nuhu menyatakan ancaman untuk mereka yang menyembunyikan kebenaran dalam firman-Nya :



إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.". (QS. Al-Baqorah : 174)



Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda dalam hadits yang mutawatir riwayat Bukhary,Muslim dan lain-lainnya :



لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

“Terus menerus ada sekelompok dari ummatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang mencerca dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu”.



Dan dalam hadits 'Ubadah bin Shomit riwayat Bukhary-Muslim, beliau membaiat Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam atas beberapa perkara, diantaranya :



وَعَلَى أَنْ نَقُوْلَ الْحَقَّ أَيْنَمَا كُنَّا لَا نَخَافُ فِي اللهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ

"Dan agar kami mengucapkan kebenaran dimanapun kami berada, kami tidak boleh takut di (jalan) Allah terhadap cercaan orang yang mencerca."



Dan dari Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam memerintahkannya dengan tujuh perkara, diantaranya :



وَأَنْ أَقُوْلَ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا

"Dan hendaknya aku mengucapkan kebenaran walaupun itu pahit". (H.R Ahmad 5/159.173 dan lain-lainnya dan dishohihkan oleh Al-Muddits Al-'Allamah Al-Albany rahimahullah dalam Ash-Shohihah no. 2166 dan Syaikh Muqbil Al-Wadi'iy rahimahullah dalam Ash-Shohih Al-Musnad)





10. Ahlus Sunnnah Wal Jama’ah tetap di atas Al-Haq dan tidak ragu, bimbang, goncang, atau kontradiksi sebagaimana kebiasaannya pengekor hawa nafsu.



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :



وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا إِذًا لَأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا

"Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami". (QS. Al-Isra` : 74-75)



Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah :



إِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِيْ يَأْتِيْ هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ

"Sesungguhnya dari sejelel-jelek manusia adalah yang mempunyai dua muka yang datang kepada mereka (suatu kaum) dengan satu wajah dan (datang) kepada mereka (kaum yang lain) dengan dengan satu wajah (yang lain) ". (HSR. Bukhary-Muslim)



Mereka selalu ingat dan memperhatikan nasehat Hudzaifah bin Yaman kepada Abu Mas'ud radhiyallahu 'anhuma :



اعْلَمْ أَنَّ الضَّلاَلَةَ حَقَّ الضَّلاَلَةِ أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ وَأَنْ تُنْكِرَ مَا كُنْتَ تَعْرِفُ وَإِيَّاكَ وَالتَّلَوُّنَ فَإِنَّ دِيْنَ اللهِ وَاحِدٌ

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kesesatan yang sebenarnya adalah kamu ketahui apa yang dulu kamu ingkari dan kamu ingkari apa yang dulu kamu ketahui dan berhati-hatilah terhadap berubah-ubah dalam agama karena sesungguhnya agama Allah itu satu". (Diriwayatkan oleh Ma'mar bin Rasyid dalam Jami'nya sebagaimana di akhir Mushonnaf 'Abdurrazzaq 11/249, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya 7/140, Al-Harits bin Abi Usamah dalam Musnadnya no. 470 (Zawa`id Al-Haitsamy), Al-Baihaqy 10/42 dan Al-Lalaka`iy dalam Ushul I'tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama'ah 1/90)

http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Manhaj&article=8